BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik
Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan
rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Mana
kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam
taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan.
Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara
Republik Indonesia adalah suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi
kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara implesit
dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi
masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum,
politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama “ semua orang warga negara
diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna membicarakan, merembuk, serta
membuat suatu keputusan .” ini adalah prinsipnya.
Salah satu bentuk dari hal tersebut ialah semua warga
terlibat aktif dalam pelaksanaan pemilihan umum ( PEMILU ) . Pengertian pemilu
itu sendiri adalah menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
B.
POKOK PERMASALAHAN
1. Bagaimana sejarah pemilu ?
2. Bagaimana sistem pemilu di Indonesia
?
C.
TUJUAN PERMASALAHAN
1.
Mengetahui
pengaturan dan pelaksanaan pemilu dalam beberapa kurun waktu.
2.
Mempelajari
pergulatan politik dalam rangka sistem pengaturan dalam pelaksanaan
pemilu di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH PEMILU
1. Pemilu
tahun 1955
Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa
Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan
pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10
tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab
pertanyaan tersebut.
Keterlambatan dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab
pula. Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal
dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan
pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat
perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat
rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab
dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran
(sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang
mengharuskan negara ini terlibat peperangan.
UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi
payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan
rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan
UU No. 12 tahun 1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi
anggota DPR tidak berlaku lagi.
Beerdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tsb, maka pada bulan Septamber 1955 telah
dilakukan Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI), selanjutnya dalm bulan Desember 1955 telah pula
diselenggarakan Pemilihan Umum, umtuk memilih anggota-anggota Konstituante;
yang pelantikannya dilakukan pada hari tanggal 10 November 1956.
2. Pemilu
Tahun 1971
Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui
Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya
krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin
luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak
pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Malah tahun 1963 MPRS yang anggotanya
diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur
hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan
rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat
Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak
secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi.
Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa
diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh
Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan
diselenggarakan dalam tahun 1971.
Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan
tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi
kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang
lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR
menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu
hampir tiga tahun.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian
yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971,
yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis
di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak
langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan
penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak
menyebabkan suara partai terbuang percuma.
3.
Pemilu Tahun 1977
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur
mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu
1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari
segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan.
Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu
sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua
parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama
dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun
1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai
Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan
satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977,
1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara
pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti
sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang
sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar
meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun
menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.
4.
Pemilu Tahun 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak
pada tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara
nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya
Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara
nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan
masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242
kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan
Pemilu 1971.
5.
Pemilu Tahun 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23
April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara
yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak
berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.
6.
Pemilu Tahun 1992
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan
Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9
Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan
suara Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987
perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu 1992 turun menjadi 68,10
persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat pada
perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi
dibanding pemilu sebelumnya.
7. Pemilu
Tahun 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan
tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982,
1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya
menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini
Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51
persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325
kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.
8. Pemilu
Tahun 2004
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak
pada tanggal 5 Appril 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota)
se-Indonesia periode 2004-2009.
Pemilihan
Umum Anggota DPR
Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional
terbuka, dan diikuti oleh 24 partai politik. Dari 124.420.339 orang pemilih
terdaftar, 124.420.339 orang (84,07%) menggunakan hak pilihnya. Dari total
jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah.
Pemilihan
Umum Anggota DPD
Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem
distrik berwakil banyak, dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah
kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan
daerah pemilihan adalah provinsi.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004
Aturan
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR
2009. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih
dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di
setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di
Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Apabila tidak ada
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang
memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh
rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak
dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama
Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli
2004 dan diikuti oleh 5 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang
diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar,
122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara,
119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah. Karena tidak ada satu pasangan yang
memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua
yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan
kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.
Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Putaran Kedua
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20
September 2004, dan diikuti oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan
Umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih
terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total
jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah.
B. SISTEM PEMILU DI INDONESIA
Pemilu pada umum nya mengenal 2 sistem yaitu sistem distrik
dan sistem proporsional, tapi itu hanya istilah bagi orang-orang awam. 2 sistem
yang sebenarnya adalah sistem Single Member Constituency ( SMC, atau
konstituensi beranggota tunggal ) dan Multi Member Constituency ( MMC,
konstituensi beranggota banyak ). Prinsip dasar yang pertama adalah menetapkan
wilayah untuk perhitungan suara. Jadi wilayah nasional ditentukan terlebih
dahulu, apakah sebagai satu unit perhitungan suara atau masih dibagi bagi lagi.
Di pemilu 2004 wilayah propensi dibagi terlebih dahulu, baru
di bagi bagi lagi menjadi beberapa daerah pemilihan ( dapil ). Sistem yang
diterapkan yaitu MMC, yaitu disetiap dapil terdapat jatah korsi sesuai dengan
bilangan pembagi penduduk ( BPP ) yang ditetapkan sacara berbeda beda.
Untuk menetap kan dapil dan BPP itu tidak dilakukan seragam
atau sama dari bawah. Artinya, menetukan dulu banyaknya jumlah penduduk, lalu
dibagi sama rata dengan angka yang sama, untuk menghasil kan jumlah kursi DPR.
Juga sebaliknya, jumlah korsi di DPR ditetapkan dulu yaitu 550 kursi, baru
menetapkan dapil dan BPP nya.
Menetapan dapil dan BPP sangat penting. Karena keputusan
menetapkan dapil dan BPP itu bukan hanya menyangkut persolan teknis semata, melainkan
mengenai aspek subtansial pemilu sebagai pemilu yang benar benar demokrasi.
Batasbatas dapil yang berbeda akan menghasilkan representasi yang berbeda pula.
Penarikan garis batas dapil seperti itulah yang dalam
khasanah kosa kata politik disebut sebagai gerrymandering. Berbagai kasus di
negara yang menyelengarakan pemilu dalam transisi demokrasi menunjukkan,
KPU-nya tidak netral dan imparsial dalam gerrymandering ini.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pemilu di Indonesia di ada kan 8 kali yaitu pada tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 dan 2004.
Pemilu tahun 2004 diadakan 2 kali putaran untuk pemilihan
Presiden dan wakil presiden. Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada
tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti oleh 5 pasangan calon dan pemilu putaran kedua
diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, dan diikuti oleh 2 pasangan
calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober
2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%)
menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%)
dinyatakan sah.
Pemilu pada umum nya mengenal 2 sistem yaitu sistem distrik
dan sistem proporsional, tapi itu hanya istilah bagi orang-orang awam. 2 sistem
yang sebenarnya adalah sistem Single Member Constituency ( SMC, atau
konstituensi beranggota tunggal ) dan Multi Member Constituency ( MMC,
konstituensi beranggota banyak ). Prinsip dasar yang pertama adalah menetapkan
wilayah untuk perhitungan suara. Jadi wilayah nasional ditentukan terlebih
dahulu, apakah sebagai satu unit perhitungan suara atau masih dibagi bagi lagi.
B. SARAN
Jalannya pemilu haruslah sesuai dengan asas pemilu yang
sudah secara jelas ditentukan oleh UUD 1945. Penyelenggara pemilu (KPU) harus
menghindari kesalahan yang dapat merugikan warga negara, sehingga warga negara
merasa tidak dirugikan dan hak politiknya tidak dilanggaran. Pemerintah harus
menjamin hak pilih warga dan melakukan tindakan terhadap pelanggaran HAM dalam pemilu.
ituDewa Poker Domino QQ | Ceme Judi Domino QQ | Agen Domino QQ | Domino QQ Online | Agen Poker | Judi Poker | Poker Online | Agen OMAHA | Agen Super Ten | BlackJack
BalasHapusPROMO SPESIAL GEBYAR BULANAN ITUDEWA. KUMPULKAN TURNOVER SEBANYAK-BANYAKNYA DAN DAPATKAN HADIAH YANG FANTASTIS DARI ITUDEWA.
MAINKAN DAN MENANGKAN HADIAH TOTAL RATUSAN JUTA, TANPA DI UNDI SETIAP BULANNYA!
? DAIHATSU ALYA 1.0 D MANUAL ( Senilai Rp.100.000.000,- )
? IPHONE 12 PRO MAX 512GB ( Senilai Rp.26.999.000,- )
? LAPTOP GAMING LENOVO LEGION Y520 ( Senilai Rp.9.999.000,- )
? Free Chips 1.500.000
? Free Chips 1.000.000
? Free Chips 250.000
DAFTARKAN DIRI ANDA SEGERA : DAFTAR ITUDEWA
1 ID untuk 7 Game Permainan yang disediakan oleh Situs ituDewa
=> Bonus Cashback 0.3%
=> Bonus Refferal 20% (dibagikan setiap Minggunya seumur hidup)
=> Bonus UPLINE REFERRAL UP TO 100.000!
=> Bonus New Member 10%
=> Customer Service 24 Jam Nonstop
=> Support 7 Bank Lokal Indonesia (BCA, BNI, BRI, Mandiri, Danamon, Cimb Niaga, Permata Bank)
• Deposit Via Pulsa, OVO & GOPAY
• Pusat Bantuan ituDewa
Facebook : ituDewa Club
Line: ituDewa
WeChat : OfficialituDewa
Telp / WA : +85561809401
Livechat : ituDewa Livechat