BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sejak menginjakkan kakinya di bumi Indonesia pada tahun
1956, penjajah Belanda kurang memperhatikan kesejahteraan golongan pribumi
(orang-orang Indonesia). Mereka terus mengeruk kekayaan alam dan menindas
rakyat Indonesia, tanpa mau memperhatikan nasib rakyat itu sendiri. Pada akhir
abad ke-19, C.Th.van Deventer mengkritik keadaan itu melalui salah satu
karangannya yang berjudul Utang Budi. C.Th van Deventer antara lain menyetakan
bahwa kemakmuran Belanda diperoleh berkat kerja dan jasa orang Indonesia. Oleh
sebab itu, bangsa Belanda sebagai bangsa yang maju dan bermoral harus membayar
utang budi kepada bangsa Indonesia. Caranya adalah dengan menjalankan Politik
Balas Budi atau dikenal dengan sebutan Politik Etis.
Politik Etis yang diuslkan olehC.Th van Deventer berisi
tentang perbaikanperbaikan dalam bidang irigasi (pengairan), transmigrasi
(perpindahan), dan edukasi (pendidikan). Akan tetapi pelaksanaannya tidak
terlepas dari kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Politik Etis sebenarnya
merupakan bentuk penjajahan kebudayaan yang halus sekali. Program edukasi itu
sendiri sebenarnya merupakan pelaksanaan dari Politik Asosiasi yang berarti
penggantian kebudayaan asli tanah jajahan dengan kebudayaan penjajah.
Walaupun menyimpang dari tujuan semula, beberapa pelaksanaan
dari Politik Etis telah membawa pengaruh yang baik. Misalnya, dengan
didirikannya sekolah-sekolah untuk golongan pribumi. Tujuannya adalah untuk
memperoleh tenaga baru pegawai rendah yang bersedia digaji lebih murah dari
pada tenaga bangsa-bangsa Belanda. Banyaknya penduduk pribumi yang bersekolah
telah menghasilkan kaum cerdik pandai dikalangan penduduk pribumi. Kaum cerdik
pandai inilah yang mempelopori kesadaran kebangsaan, yaitu suatu kesadaran tentang
perlunya persatuan dan kesatuan bangsa.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
§ Bagaimana perkembangan pergerakan
nasional Indonesia (Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam, Indische Partij, Partai
Nasional Indonesia, Usaha Mempersatukan Partai-Partai, Pergerakan Kaum Wanita,
Sumpah Pemuda).
C.
TUJUAN
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
§ Untuk memperluas wawasan pengetahuan
tentang pergerakan nasional Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BUDI
UTOMO
Budi
Utomo (Boedi Oetomo) adalah sebuah organisasi pergerakan nasional yang paling
berpengaruh di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Mei 1908
oleh sejumlah mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen)
seperti Soetomo, Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan R.T Ario Tirtokusumo. Tanggal
berdirinya Budi Utomo, 20 Mei, sampai sekarang diperingati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional kerena organisasi ini dianggap sebagai organisasi
kebangsaan yang pertama.
dr. Wahidin Sudirohusodo
Berdirinya
Budi Utomo tak bisa lepas dari peran dr. Wahidin Sudirohusodo, walaupun bukan
pendiri Budi Utomo, namun beliaulah yang telah menginspirasi Sutomo dan
kawan-kawan untuk mendirikan organisasi pergerakan nasional ini. Wahidin
Sudirohusodo sendiri adalah seorang alumni STOVIA yang sering berkeliling di
kota-kota besar di Pulau Jawa untuk mengkampanyekan gagasannya mengenai bantuan
dana bagi pelajar-pelajar pribumi berprestasi yang tidak mampu melanjutkan
sekolah. Gagasan ini akhirnya beliau kemukakan kepada pelajar-pelajar STOVIA di
Jakarta, dan ternyata mereka menyambut baik gagasan mengenai organisasi
pendidikan tersebut.
Pada hari Minggu tanggal 20 Mei
1908, dihadapan beberapa mahasiswa STOVIA, Sutomo mendeklarasikan berdirinya organisasi
Budi Utomo. Tujuan yang hendak dicapai dari pendirian organisasi Budi Utomo
tersebut antara lain:
- Memajukan pengajaran.
- Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan.
- Memajukan teknik dan industri.
- Menghidupkan kembali kebudayaan.
Pada
tanggal 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama
di Kota Yogyakarta. Hingga diadakannya kongres yang pertama ini, BU telah
memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung,
Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Pada kongres di Yogyakarta ini,
diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo (mantan bupati Karanganyar) sebagai
presiden Budi Utomo yang pertama. Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati
Tirtokoesoemo, banyak anggota baru BU yang bergabung dari kalangan bangsawan dan
pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir.
![kongres budi utomo](file:///C:\DOCUME~1\SERVER\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image003.jpg)
Suasana
kongres pertama Budi Utomo
Dibawah
kepengurusan "generasi tua", kegiatan Budi Utomo yang awalnya
terpusat di bidang pendidikan, sosial, dan budaya, akhirnya mulai bergeser di
bidang politik. Strategi perjuangan BU juga ikut berubah dari yang awalnya
sangat menonjolkan sifat protonasionalisme menjadi lebih kooperatif dengan
pemerintah kolonial belanda.
Pada tahun 1928, Budi Utomo masuk
menjadi anggota PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia), suatu federasi partai-partai politik Indonesia yang terbentuk atas
prakarsa PNI Sukarno.
Jika dilihat dari keanggotaannya,
Budi Utomo sebenarnya adalah sebuah perkumpulan kedaerahan Jawa. Namun sejak
konggres di Batavia tahun 1931, keanggotaan Budi Utomo dibuka untuk semua orang
Indonesia. Budi Utomo juga membuktikan diri sebagai sebuah organisasi yang
bersifat nasional dengan cara bergabung di PBI (Persatuan Bangsa Indonesia).
Penggabungan inilah yang kemudian membentuk sebuah organisasi baru bernama
PARINDRA (Partai Indonesia Raya).
Meskipun pada masanya Budi Utomo
tidak memiliki pamor seterang organisasi-organisasi pergerakan nasional lain
seperti Sarekat Islam (SI) atau Indiche Partij (IP). Namun BU tetap memiliki
andil yang besar dalam perjuangan pergerakan nasional karena telah menjadi
pelopor organisasi kebangsaan. Itulah mengapa hari kelahiran Budi Utomo, 20 Mei
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
B. INDISCHE PARTIJ
Indische Partij (IP) didirikan oleh
Ernest Francois Douwes Dekker (Danudirjo Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo,
dan Suwardi Suryaningrat di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Mereka
terkenal dengan sebutan Tiga Serangkai. Sebelum membentuk Indische Partij,
mereka telah memropagandakan Hindia untuk Hindia. Douwes Dekker ingin
menanamkan perasaan kebangsaan terhadap orang-orang kulit putih dan kulit
berwarna yang lahir di Hindia Belanda (Indonesia). Ia ingin menyatukan
orang-orang kulit putih dan kulit berwarna.
Indische
Partij adalah organisasi yang pertama kali bergerak dalam bidang politik dengan
haluan asosiasi dan kooperatif. Untuk mewujudkan cita-citanya, Indische Partij
dalam program kerja telah menetapkan langkah-langkah sebagai berikut:
1) meresapkan cita-cita
kesatuan nasional Hindia (Indonesia),
2) memberantas kesombongan
sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan,
3) berusaha untuk
mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia,
4) memperbesar pengaruh
pro-Hindia di dalam pemerintahan,
5) meningkatkan pengajaran
yang kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia,
6) memperbaiki keadaan
ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat mereka yang memiliki ekonomi
lemah,
7) memberantas usaha yang
membangkitkan kebencian antara agama yang satu dan agama lainnya.
Pasal-pasal itu pula yang membuktikan
bahwa Indische Partij merupakan partai politik yang pertama muncul di
Indonesia. Dalam waktu singkat IP mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih dari
7.000 orang. Karena Indische Partij bersifat progresif dengan tujuan ingin
merdeka, pemerintahan Hindia Belanda cemas dan bersikap tegas. Permohonan
Indische Partij untuk mendapat pengakuan sebagai badan hukum pada bulan Maret
1913 kepada pemerintah kolonial Belanda ditolak. Alasannya, organisasi itu
bersifat politik dan mengancam keamanan umum. Meskipun kemudian ada perubahan
dalam anggaran dasarnya, permohonan Indische Partij untuk berbadan hukum tetap
ditolak.
Dokter Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat selain memimpin Indische Partij juga memimpin suatu lembaga yang
diberi nama Komite Bumiputra. Komite itu memohon kepada Raja Belanda agar
pemerintah mencabut peraturan tentang hukuman terhadap orang pribumi yang
dicurigai bermaksud jahat. Dokter Cipto Mangunkusumo juga menulis tentang
sejarah dan filsafat bangsa Jawa.
Suwardi Suryaningrat mengecam
pemerintah Belanda dengan menulis artikel yang berjudul Als Ik eens Nederlander
was yang berarti Seandainya Aku Seorang Belanda. Akibat tulisan tersebut,
Belanda menjatuhkan hukuman pengasingan kepada ketiganya. Douwes Dekker
diasingkan ke Timor, dr Cipto Mangunkusumo diasingkan ke Banda, dan Suwardi
Suryaningrat diasingkan ke Bangka. Hukuman itu kemudian diubah. Ketiganya boleh
memilih tempat pengasingan ke luar negeri. Mereka akhirnya memilih Negeri
Belanda. Akibat pengasingan tersebut pengikut dan pendukung Indische Partij
bubar dan banyak yang masuk ke dalam perkumpulan Insulinde, yakni organisasi
peranakan Eropa dan orang Eropa yang ingin tetap tinggal di Hindia.
Pada tahun 1918, tokoh Tiga Serangkai
diperbolehkan pulang ke Tanah Air. Di Tanah Air, ketiga tokoh tersebut segera
bergabung dengan Insulinde dan mempunyai pengaruh besar di dalamnya. Akhirnya,
perkumpulan itu dapat menjadi partai yang berjuang menuju kemerdekaan. Oleh
karena pengaruh SI sangat kuat menyebabkan Partij Insulinde makin lemah. Dengan
perkembangan baru tersebut, pada bulan Juni 1919 Partij Insulinde diubah
namanya menjadi National Indische Partij (NIP). Suwardi Suryaningrat dan Douwes
Dekker kembali menjadi pengurus besarnya.
National Indische Partij menyusun
anggaran dasar baru. Maksud dan tujuan organisasinya hampir sama dengan
Indische Partij sehingga pada tahun 1923 National Indische Partij dilarang
beraktivitas politik pemerintah Belanda. Pemimpin partai kemudian memutuskan
tidak akan mendirikan partai lagi dan menganjurkan supaya para anggotanya
memasuki salah satu partai yang ada untuk melanjutkan perjuangan.
Douwes Dekker dan Suwardi
Suryaningrat melanjutkan perjuangan melalui jalur pendidikan. Douwes Dekker
membuka perguruan nasional dengan nama Kesatrian Institut setingkat SD di Pasir
Kaliki, Bandung. Suwardi Suryaningrat pada tahun 1922 mendirikan Perguruan
Taman Siswa di Yogyakarta. Setelah mendirikan Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat
lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Dokter Cipto Mangunkusumo
melanjutkan perjuangan politik secara bebas dan menerbitkan surat kabar
berbahasa Jawa yang bernama Panggugah
C.
SAREKAT
ISLAM
Sarekat
Islam pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama
Sarekat Dagang Islam. Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911
di kota Solo. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto
memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam.
Sarekat Islam (SI) dapat dipandang sebagai salah satu gerakan yang paling
menonjol sebelum Perang Dunia II.
Pendiri
Sarekat Islam, Haji Samanhudi adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean
(Solo) yang mempunyai banyak pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik
lainnya adalah orang-orang Cina dan Arab.
Tujuan
utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang
Islam Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong
pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di
samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat dan penyatu kekuatan
pedagang-pedagang Islam.
Pemerintah
Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI
dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu
memobilisasikan massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916) tidak
menolak kehadiran Sarekat Islam. Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas.
Pada
kongres Sarekat Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto
terpilih sebagai Ketua Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan
dengan mengatakan bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central
Sarekat Islam harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai
unsur penyatu.
Politik
Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Central Sarekat Islam baru diberi
pengakuan badan hukum pada bulan Maret 1916 dan keputusan ini diambil ketika ia
akan mengakhiri masa jabatannya. Idenburg digantikan oleh Gubernur Jenderal van
Limburg Stirum (1916-1921). Gubernur Jenderal baru itu bersikap agak simpatik
terhadap Sarekat Islam.
Namun
sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta muncul
aliran revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat itu ia
menduduki jabatan ketu pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap
memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk pemerintah
sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam Kongres
itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad. HOS
Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih)
mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).
Pada
Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam
semakin meluas. Sementara itu pengaruh Semaun menjalar ke tubuh SI. Ia
berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah-penjajah,
tetapi antara kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu memobilisasikan kekuatan
buruh dan tani disamping tetap memperluas pengajaran Islam. Dalam Kongres SI
Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat
Sekerja karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi
pemerintah kolonial. Namun dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah
masuk ke tubuh Central Sarekat Islam (CSI) maupun cabang-cabangnya. Dalam
Kongres Sarekat Islam kelima tahun 1921, Semaun melancarkan kritik terhadap
kebijaksanaan Central Sarekat Islam yang menimbulkan perpecahan.
Rupanya
benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan
kembali. Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam yang diselenggarakan
tahun 1921 dibicarakan masalah disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI)
yang menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di
dalam penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut
mengeluarkan ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya
aturan tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaun dan Darsono,
dikeluarkan dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaun dari Sarekat Islam,
maka Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan
kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah
yang berasaskan komunis di bawah pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang.
Pada
Kongres Sarekat Islam Ketujuh tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central
Sarekat Islam digantikan menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). dan cabang Sarekat
Islam yang mendapat pengaruh komunis menyatakan diri bernaung dalam Sarekat
Rakyat yang merupakan organisasi di bawah naungan Partai Komunis Indonesia
(PKI).
Pada
periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan
parlementer dan evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja
sama dengan pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam
menempuh garis perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja
sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres Partai
Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai
kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk
mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri
dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI).
Pada
tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam ditambah dengan “Indonesia” untuk
menunjukan perjuangan kebangsaan dan kemudian namanya menjadi Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII). Perubahan nama itu dikaitkan dengan kedatangan dr.
Sukiman dari negeri Belanda. Namun dalam tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat
antara Tjokroaminoto yang menekankan perjuangan kebangsaan di satu pihak, dan
di pihka lain dr. Sukiman yang menyatakan keluar dari PSII dan mendirikan
Partai Islam Indonesia (PARI). Perpecahan ini melemahkan PSII. Akhirnya PSII
pecah menjadi PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman
D.
PARTAI NASIONAL INDONESIA
Pada tanggal 4 Juli 1927 para pengurus Algemeene Studie Club
(Kelompok Belajar Umum) di Bandung mendirikan perkumpulan baru yang dinamakan
Perserikatan Nasional Indonesia. Mereka adalah Ir. Soekarno, Mr. Sartono, dr.
Samsi, Mr. Iskaq Cokrohadisuryo, Mr. Budiarto, Mr. Ali Sastroamijoyo, Mr.
Sunario, dan Ir. Anwari. Perkumpulan ini kemudian berganti nama menjadi Partai
Nasional Indonesia (PNI), dll.
E.
USAHA MEMPERSATUKAN PARTAI-PARTAI
Di Indonesia terdapat berbagai pergerakan yang
terpisah-pisah satu sama lain. Keadaan ini kurang menguntungkan bagi perjuangan
bangsa Indonesia untuk menuju Indonesia merdeka. Beberapa tokok pergerakan
segera menyadari keadaan ini. Mereka berusaha mempersatukan
organisasi-organisasi pergerakan yang ada pada waktu itu.
1.
Permufakatan Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI) didirikan pada tanggal 17 Desember 1927. Anggopta PPPKI
terdiri atas Partai Nasional Indonesia, Partai Serikat Islam, Budi Utomo,
Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan Indonesische Studie Club. Tujuan
PPPKI adalah :
a.
Menyamakan
arah aksi kebangsaan serta memperkuat dan memperbaiki organisasi dengan
melakukan kerjasama diantara anggota-anggotanya,
b.
Menghindarkan
perselisihan diantara para anggotanya yang dapat memperlemah aksi kebangsaan.
Pengurus PPPKI disebut Majelis Pertimbangan yang terdiri
atas ketua, penulis, bendahara, dan wakil-wakil dari partai-partai yang
tergabung didalamnya.
2.
Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
GAPI adalah organisasi kerja sama antara partai-partai
politik di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 21 Mei 1939. GAPI
berdiri atas prakarsa Muhammad Husni Thamrin. Anggota GAPI adalah Parindra,
Pasundan,Gerindo, Persatuan Minahasa, PSII, PII, dan Perhimpunan Politik
Katolik Indonesia. GAPI membentuk pengurus yang disebut Secretariat Tetap.
Pengurus Sekretariat Tetap dijabat oleh Abikusno Cokrosuyoso dari PSII 9Penulis
Umum ), Muhammad Husni Thamrin dari Parindra (bendahara), dan Mr. Amir
Syarifuddin dari Gerindo (pembantu penulis).
GAPI beberapa kali mengadakan kongres. Pada Kongres Rakyat
Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 23-25 Desember 1939 dihasilkan
beberapa keputusan sebagai berikut :
a.
Menuntut
Indonesia berparlemen. Tuntutan ini dilakukan sebagai reaksi atas ditolaknya
Petisi Sutarjo dalam Volskraad sehingga Volskraad dianggap bukan parlemen.
b.
Diakuinya
Merah Putih sebagai bendera persatuan, Indonesia Raya sebagai lagu persatuan,
dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
F.
PERGERAKAN KAUM WANITA
Pada awalnya pergerakan wanita Indonesia dilakukan oleh
perorangan. Pelopor pergerakan wanita pada masa itu adalah R.A Kartini dan R.
Dewi Sartika . Keduanya ingin mengangkat derajat kaum wanita melalui
pendidikan. Perhatian yang besar dari R.A Kartini dan R. Dewi Sartika terhadap
kaum wanita telah mengilhami pergerakan kaum wanita untuk membentuk organisasi.
Pada awalnya tujuan organisasi perempuan itu untuk memperbaiki kedudukan
sosialnya. Namun, dalam perkembangannya organisasi itu juga berwawasan
kebangsaan.
1. Kongres I Perempuan Indonesia.
Pada tanggal 22 – 25 Desember 1928 beberapa perkumpulan
perkumpulan wanita Indonesia mengadakan Kongres Perempuan Indonesia. Tujuan
kongres adalah mempersatukan cita-cita dan usaha untuk memajukan wanita
Indonesia. Dalam kongres tersebut antara lain diputuskan mendirikan gabungan
perkumpulan wanita yang bernama Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI).
2. Istri Sedar (IS).
Pada tangga 22 Maret 1930 di Bandung didirikan perkumpulan
Istri Sedar. Pendirinya adalah Nona Suwarni Joyoseputro. Tujuannya menuju pada
kesadaran wanita Indonesia dan derajat hidup Indonesia untuk mempercepat dan
menyempurnakan Indonesia merdeka. Meskipun bukan merupakan organisasi politik,
tetapi dalam kampanyenya Istri Sedar sering menyarakan sikap antipenjajah. Oleh
sebab itu, organisasi ini mendapat pengawasan dari Pemerintah Hindia Belanda.
G.
SUMPAH PEMUDA
1. Pergerakan Pemuda Berdasarkan Kedaerahan
Para pemuda tidak tinggal diam melihat penderitaan yang
dialami bangsanya. Mereka segera mendirikan perkumpulan-perkumpulan kepemudaan.
Mula-mula perkumpulan itu bersifat kedaerahan. Akhirnya, perkumpulanperkumpulan
tersebut menjadi bersifat nasional. Perkumpulan- perkumpulan kepemudaan yang
bersifat kedaerahan antara lain :
a.
Tri Koro Darmo
Pemuda menjadi salah satu penggerak dalam mewujudkan tujuan,
dalam mewujudkan tujuan tersebut dapat dijadikan dalam satu wadah yaitu sebuah
organisasi. Dengan adanya organisasi dapat menyatukan pemikiran maupun ideologi
dari setiap individu agar dapat mewujudkan cita-cita yang di inginkan, dengan
berorganisasi juga dapat dijadikan pembelajaran bahwasanya hidup dalam
kebersamaan lebih mudah dalam mewujudkan suatu tujuan. Pada mulanya bentuk
organisasi-organisasi pemuda tersebut berdasarkan kesukuan atau kedaerahan,
yang mengutamakan ikatan antara sesama pelajar sedaerah serta membangkitkan
perhatian terhadap kebudayaan daerah masing-masing.
Perkumpulan pemuda mengikuti jejak organisasi politik yang
bertujuan kemerdekaan Indonesia, para pemuda dengan semangatnya yang tinggi
tidak ragu lagi memperjuangkan nasib bangsanya dalam mencapai kemerdekaan.
Munculnya organisasi kepemudaan tersebut masih dalam pengawasan pihak kolonial,
hal tersebut dilakukan oleh pemerintah Kolonial untuk memastikan bahwa
organisasi-organisasi tersebut tidak melakukan perlawanan dan pemberontakan
terhadap pemerintah Kolonial. Jika suatu organisasi masih aman dan tidak
membahayakan maka masih diizinkan keberadaannya, namun jika organsasi tersebut
dirasa membahayakan maka wajib dibubarkan.
Muda dan terpelajar menjadi bobot tersendiri dalam lahirnya
organisasi pemuda, muda saja tidak cukup untuk mewujudkan suatu tujuan yang
nyata. Karena setiap pemuda mempunyai caranya sendiri untuk menentukan tujuan
hidupnya, dengan dibekali pelajaran dan mengenyam pendidikan yang tinggi
menjadi nilai plus untuk menjadi pemuda yang mempunyai bobot yang lebih.
Di Hindia-Belanda memang tidak banyak kaum pemuda yang bisa
melanjutkan pendidikannya sampai tingkat tinggi, kebanyakan yang dapat
melanjutkan pendidikan tingkat lanjut hanya mereka yang tergolong kaum priyai,
kaum priyayai ini adalah mereka yang menjadi administratur, pegawai pemerintah
dan masyarakat yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari masyarakat pada
umumnya. Muda dan terpelajar bukanlah menjadi syarat utama untuk mendapatkan
pengakuan sosial, namun bagaimana mereka mengaplikasikannya dalam lingkungan
sosial.
Organisasi pemuda yang berdiri pertama kali di kalangan
pelajar pada masa itu bermula di kota-kota besar seperti di Jakarta.
Mereka menuntut ilmu dan disanalah mereka bertemu dengan pelajar-pelajar lain
yang berbeda daerah maupun budayanya. Dengan adanya perbedaan inilah mendorong
mereka untuk membentuk suatu solidaritas menurut daerah mereka masing-masing,
maka terbentuklah suatau perkumpulan pemuda yang menjunjung tinggi kebudayaan
dari masing-masing daerah.
Suatu organisasi yang beranggotakan para pemuda terpelajar
dan mempunyai pendapat yang beragam, memerlukan waktu untuk menyatukannya dan
mendapatkan pemikiran yang sejalan agar tidak terjadi perselisihan. Seperti Tri
Koro Dharmo, yang beranggotakan para pemuda dari pulau Jawa, Madura, Sunda,
Bali dan Lombok. Memiliki pendapat yang berbeda diantara anggotanya, seperti
dalam hal kebudayaan.
Tri Koro Dharmo sebagai organisasi pemuda pertama, sejak
kelahirannya pada tahun 1915. Organisasi ini tidak luput dari masalah intern,
yaitu masalah bagaimana menyelaraskan agar organisasi ini tidak bersifat Jawa
sentris, karena dilihat dari namanya saja “Tri Koro Dharmo” (Tiga Tujuan Mulia)
yang berarti Sakti, Budi, dan Bakti, sehingga tidak mengherankan jika para
pemuda dari Sunda dan Bali enggan untuk bergabung dengan Tri Koro Dharmo.
Menurut Satiman Wirjosandjojo organisasi ini hanya bersifat sementara dan
dengan berjalannya organisasi ini akan dijadikan perkumpulan pemuda seluruh
Hindia-Belanda, oleh karena itu bisa menjadi suatu organisasi yang bersifat
nasional.
Pada dasarnya Tri Koro Dharmo merupakan organisasi pemuda
yang mempunyai tujuan menjalin pertalian antara pelajar-pelajar Jawa sekolah
menengah dan kursus keguruan, menambah pengetahuan umum bagi
anggota-anggotanya, serta membangkitkan dan mempertajam perasaan untuk segala
bahasa dan kebudayaan “Hindia”. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa
organisasi Tri Koro Dharmo yang beranggotakan para pelajar dari Jawa, Madura,
Bali dan Lombok, namun
Perubahan nama Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java tersebut
dimaksudkan untuk mempermudah kerjasama antara para pemuda pelajar Sunda,
Madura, Bali dan Lombok. Dalam kongres tersebut menghasilkan dua keputusan
penting tentang ruang lingkup keanggotaan dan nama organisasi serta mengenai
kepengurusan. Adanya pendapat yang sama dalam hasil kongres yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah perubahan nama tersebut, dibutuhkan rasa
solidaritas yang tinggi antar anggota, agar tidak terjadi perselisihan diantara
anggotanya. Maka Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java, yang tidak merubah
pendirian mereka untuk menyatukan Jawa Raya, hanya saja nama dari perkumpulan
pemuda ini berubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java berkisar pada
masalah-masalah sosial dan kebudayaan. Misalnya, pemberantasan buta huruf,
kepanduan, dan kesenian. Jong Java tidak ikut terjun dalam dunia politik dan
tidak pula mencampuri urusan agama tertentu. Anggotanya dilarang menjalankan
aktivitas politik atau menjadi anggota partai politik.
Dengan berganti nama menjadi Jong Java organisasi ini
mengalami kemajuan dibidang keanggotaannya, namun dalam perkembangannya masih
terasa adanya azas kebudayaan Jawa Raya dengan menonjolkan kebudayaan
Jawa Tengah. Tetapi hal tersebut tidak berarti bahwa Jong Java tidak
memperhatikan adanya kerja sama dengan organisasi pemuda lain, karena diantara
organisasi-organisasi yang ada akan melakukan fusi untuk membentuk suatu
persiapan menuju persatuan. Perubahan nama tersebut menunjukkan perubahan yang
positif karena perhatiannya akan pentingnya pendidikan, kedudukan wanita,
keolahragaan dan kepramukaan agar semakin maju dan berkembang.
b.
Jong Minahasa dan Jong Celebes
Jong Minahasa dan Jong Celebes didirikan pada 25 April 1919
oleh tokoh-tokoh muda Minahasa yaitu Samuel Ratulangie. Jong Minahasa tampaknya
sebagai lanjutan dari organisasi yang telah dibentuk sejak 1912 di Semarang,
yaitu Rukun Minahasa.
Tahun 1917 muncul pula organisasi Minahasa Celebes di
Jakarta. Tetapi dalam kenyataan Jong Minahasa dan Jong Celebes tidak bisa
tumbuh menjadi besar karena jumlah pelajar dari Sulawesi tidak begitu banyak.
c.
Jong Ambon
Jong Ambon didirikan pada tahun 1918. Sebelum itu sebenarnya
telah lahir berbagai organisasi yang didirikan oleh orang-orang Ambon. Misalnya
: Ambons Studiefonds (1909) oleh Tehupeilory, Ambons Bond (1911) untuk pegawai
negeri, Mena Muria (1913) di Semarang, dan Sou Maluku Ambon di Ambon.
Pada 9 Mei 1920, A.J Patty mendirikan Serikat Ambon di
Semarang. Tujuannya yaitu untuk mempersatukan semua organisasi Ambon, hingga
menjadi organisasi politik Ambon yang pertama. Karena ia sangat aktif melakukan
kampanye dimana-mana. Akhirnya ia ditangkap oleh pemerintah dan diasingkan.
Perjuangan berikutnya diteruskan oleh Mr. Latuharhary.
d.
Jong Sumatranen Bond
Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah perkumpulan yang bertujuan
untuk mempererat hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatra, mendidik pemuda Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa
serta mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatra. Perkumpulan ini didirikan
pada tanggal 9 Desember1917 di Jakarta. JSB memiliki enam cabang, empat di Jawa dan dua di
Sumatra, yakni di Padang dan Bukittinggi. Beberapa tahun kemudian, para pemuda Batak keluar dari perkumpulan ini
dikarenakan dominasi pemuda Minangkabau dalam kepengurusannya. Para pemuda Batak ini membentuk
perkumpulan sendiri, Jong Batak.
Kelahiran JSB pada mulanya banyak diragukan orang. Salah
satu diantaranya ialah redaktur surat kabar Tjaja Sumatra, Said Ali, yang
mengatakan bahwa Sumatra belum matang bagi sebuah politik dan umum. Tanpa
menghiraukan suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra tetap mendirikan
perkumpulan sendiri. Kaum tua di Minangkabau menentang pergerakan yang dimotori oleh kaum muda ini.
Mereka menganggap gerakan modern JSB sebagai ancaman bagi adat Minang. Aktivis JSB, Bahder Djohan menyorot perbedaan persepsi antara dua generasi ini pada
edisi perdana Jong Sumatra.
Adapun tujuan dari Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah sebagai
berikut :
1) Mempererat ikatan persaudaraan
antara pemuda-pemuda pelaajar sumatra dan membangkitkan perasaan bahwa mereka
dipanggil untuk menjadi pemimpin dan pendidik bangsanya.
2) Membangkitkan perhatian
anggota-anggotanya dan orang luar untuk menghargai adat istiadat, seni, bahasa,
kerajinan, pertanian dan sejarah sumatra.
Untuk
mencapai tujuan itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut :
§ Menghilangkan adanya perasaan
prasangka etnis di kalangan orang-orang sumatra.
§ Memperkuat perasaan saling membantu.
§ Bersama-sama mengangkat derajat
penduduk sumatra dengan alat propaganda, kursus, ceramah dan sebagainya.
Jong Sumatra terbit pertama kali pada bulan Januari 1918.
Dengan jargon Organ van Den Jong Sumatranen Bond, surat kabar ini terbit
secara berkala dan tidak tetap, kadang bulanan, kadang triwulan, bahkan pernah
terbit setahun sekali. Bahasa Belanda merupakan bahasa mayoritas yang digunakan kendati ada juga
artikel yang memakai bahasa Melayu. Jong Sumatra dicetak di Weltevreden, Batavia, sekaligus pula kantor redaksi dan administrasinya.
Sumatra memang dikenal banyak menghasilkan jago-jago pergerakan,
dan banyak di antaranya yang mengawali karier organisasinya melalui JSB,
seperti Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin. Hatta adalah bendahara JSB di Padang 1916-1918. Kemudian
ia menjadi pengurus JSB Batavia pada 1919 dan mulai mengurusi Jong Sumatra
sejak 1920 hingga 1921. Selama di Jong Sumatra inilah Hatta banyak menuangkan
segenap alam pikirannya, salah satunya lewat karangan berjudul “Hindiana” yang
dimuat di Jong Sumatra no 5, th 3, 1920.
Sedangkan Mohammad Yamin adalah salah satu putra Sumatra yang paling dibanggakan. Karya-karyanya yang berupa esai
ataupun sajak sempat merajai Jong Sumatra. Ia memimpin JSB pada 1926-1928 dan
dengan aktif mendorong pemikiran tentang perlunya bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan. Kepekaan Yamin meraba
pentingnya bahasa identitas sudah mulai terlihat dalam tulisannya di Jong
Sumatra no 4, th 3, 1920. Jong Sumatra berperan penting dalam memperjuangkan
pemakaian bahasa nasional, dengan menjadi media yang pertama kali
mempublikasikan gagasan Yamin, mengenai bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
2. Pergerakan Pemuda dalam Bentuk
Kelompok Belajar
a.
Indonesiche Studie Club (ISC)
Didirikan di Surabaya pada tanggal 11 Juni 1924. pendirinya
adalah dr. Sutomo. Tujuan ISC adalah memberi semangat kaum terpelajar agar
memiliki kesadaran terhadap masyarakat, memperdalam pengetahuan politik, serta
mendiskusikan masalah-masalah pelajaran dan perkembangn sosial politik
Indonesia. ISC kemudian menjadi Partai Persatuan Bangsa Indonesia.
b.
Algemeene Studie Club (ASC)
Didirikan di Bandung oleh Ir. Soekarno dan Ir. Anwari.
Tujuannya sama dengan ISC. Asas perjuangannya adalah nonkooperasi. ASC kemudian
menjadi Partai Nasional Indonesia.
3. Pergerakan Pemuda Berdasarkan
Kebangsaan dan Keagamaan
a.
Perhimpunan Indonesia (PI)
Didirikan di Belanda pada tahun 1908. Mula-mula bernama
Indonesiche Vereeniging, pada tahun 1925 diubah namanya menjadi Perhimpunan
Indonesia. Pada tahun 1927 pemerintah Belanda menahan para pengurus PI antara
lain : Moh Hatta, Nazir Datuk Pamuncak, A. M. Joyodiningrat, dan Ali
Sastroamijoyo. Mereka kemudian diadili di pengadialan Den Haag, Belanda.
b.
Jong Islamienten Bond
Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 1 Januari 1926 oleh
anggotanya yang keluar dari Jong Java. Tokoh-tokohnya antara lain : R. Sam Haji
Agus Salim, Moh. Rum, Wiwoho, Hasim, Sadewo, M. Juari, dan Kasman Singodimejo.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Sejak tahun 1908-1925 di Indonesia bermunculan organisasi
modern dikalangan elite pelajar seperti Budi Utomo yang pada masanya menjadi
organisasi modern pertama, dengan munculnya Budi Utomo menjadi contoh di
kalangan pelajar muda untuk mendirikan organisasi kepemudaan. Karena Budi Utomo
merupakan organisasi golongan tua, sehingga para pemuda juga bergegas perlu
adanya organisasi bagi para pemuda. Organisasi kepemudaan seperti Jong Java
(Tri Koro Dharmo) merupakan salah satu organisasi yang masih bersifat
kedaerahan. Jong Java memiliki peran dan pengaruh yang besar terhadap penyatuan
pemuda. Pada awal berdirinya tahun 1915, organisasi ini bergerak di bidang
sosial,pendidikkan, budaya dan olah raga, namun seiring dengan perkembangan
semangat nasionalisme untuk lepas dari pengaruh Belanda, Jong Java mulai
terpengaruh dengan aktifitas politik untuk memperoleh kemerdekaan, karena untuk
memperoleh kemerdekaan perlu ikut serta dalam aktifitas politik. Pada tahun
1925, Jong Java mulai terpengaruh dengan aktifitas politik yang menjadi awal
perubahan arah Jong Java dari non politik ke politik persatuan Indonesia.
Perubahan arah tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti, karena
perubahan arah yang dilakukan Jong Java belum ada yang mengulas secara detail.
Dari latar belakang di atas muncul dua rumusan masalah: pertama mengapa Jong
Java melakukan perubahan dari non politik ke politik persatuan Indonesia, kedua
Bagaimana aktivitas politik Jong Java dalam upaya menuju penyatuan organisasi-organisasi
kepemudaan Indonesia.
B.
SARAN
Penulis
menyadari bahwa hasil makalah ini yang membahas tentang Organisasi
Pergerakan Nasionala Indonesia belum lengkap dan masih jauh dari pengharapan,
Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan literatur yang penulis miliki
pada saat ini. Penulis sangat mengharapkan kritikan terutama dari pembaca dan
teman-teman. Adanya kritikan yang membangun yang bisa melengkapi
makalah ini di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar